MURAL DAN LINGKUNGAN KOTA
Ketika mural dihubungkan dengan keseimbangan lingkungan, maka mural
diharapkan mampu membawa dampak yang cukup besar pada perkembangan kota.
Sekarang di tengah arus budaya urban yang sangat tinggi serta tingkat
kepadatan masyarakat kota, perkembangan mural bisa dihubungkan dengan
memperindah sudut pandang kota yang ‘hilang’ akibat padatnya pengguna
jalan raya, tingginya pemilik kendaraan bermotor hingga kemacetan yang
terjadi. Begitu pula dengan lingkungan yang tidak seimbang akibat
penebangan pohon yang sebenarnya difungsikan sebagai paru-paru kota
menambah panasnya hunian serta tingkat polusi yang tinggi. Hal demikian
dimanfaatkan oleh mural dengan ‘menawarkan’ alternatif bagi mata untuk
menangkap kesan estetik ketika hal itu tidak ditawarkan oleh bangunan
kota, papan iklan maupun estetiknya mobil keluaran terbaru.
Dalam politik kota yang semrawut, penggagas proyek mural
berbicara tentang kota yang memerlukan sentuhan seni rupa mutakhir. Hal
ini menunjukkan kegelisahan para perupa kontemporer untuk mencari kaitan
antara wacana seni rupa dan kehidupan kota sebagai representasi
keseharian. Mengapa kota-kota kita menjadi arena bagi kekerasan massa,
dan kita menjadi semakin tidak peduli dengan kehadiran serta kebutuhan
manusia lain? Kota sudah memasuki fase pelupa. Pada saat yang sama kota
telah berubah menjadi rimba tanda-tanda yang mengubur sejarah kotanya
sendiri dan kota tidak lagi sarat dengan kenangan lama yang menjadi
saksi berkembangnya kota dari hari ke hari. Hal inilah yang menjadi
dasar alasan yang kuat mengapa mural dilakukan.
SIMPULAN
Komunikasi visual tidak serta merta hanya mampu memberikan pemecahan
terhadap permasalahan yang ada dan hanya berkaitan dengan eksekusi
visual, namun juga mampu memilih media yang tepat dan relevan untuk
membangun komunikasi dengan masyarakat. Mural adalah salah satu media
yang efektif dan akhir-akhir ini dijadikan media penyampai pesan secara
visual.
Mural selain dilihat sebagai produk budaya massa, yang dikerjakan
secara team work kemudian berkembang kepada penggerakan massa untuk
menyampaikan pesan secara bersama-sama, juga dilihat dari konteks
ekspresi budaya. Sekarang, mural berkembang tidak hanya menyampaikan
pesan secara sosial namun juga ada yang ke arah komersial (seperti mural
iklan A-Mild, Flexi, Rinso, dll). Budaya konsumerisme inilah yang
mendorong terciptanya media yang tidak konvensional dan lebih mengena
kepada target market.
Munculnya berbagai gerakan budaya pada era ’60-an di Barat, seperti gerakan anak muda, gerakan feminisme, gerakan subkultur (hippies, punk
dan sebagainya), gerakan komunal, gerakan lingkungan dapat dilihat
dalam kerangka bangkitnya ‘narasi-narasi kecil’ sebagaimana yang
dikatakan Lyotard (Piliang, 2002:10). Sebagai sebuah reaksi atau
penolakan terhadap berbagai kemapanan, otoritas, dan kekuasaan yang
membentuk masyarakat sebelumnya, gerakan narasi-narasi kecil ini
merupakan upaya untuk mendefinisikan kembali ‘ideologi’ sebagai bingkai
pembentuk identitas individu dan masyarakat dalam bentuknya yang baru.
Mural dalam kehidupan masyarakat Jogjakarta yang notabene hidup dalam
semangat kebudayaan yang tinggi serta terbuka pada semua kehidupan seni
diterima sebagai gerakan budaya yang berupaya menggeser peran ideologi
sebagai sebuah bingkai kehidupan sosial menjadi bingkai kehidupan
kultural, artinya ideologi yang terdapat dalam seni mural kini menjadi
acuan dalam melakukan berbagai ekspresi budaya.
Kota sebagai salah satu tujuan dalam seni mural berupaya dihidupkan
lagi setelah ‘dimatikan’ oleh perkembangan industri dan berbagai dampak
yang mengikutinya. Kerusakan ekologi yang dimunculkan dalam bentuk
kepulan asap kendaraan bermotor, panasnya cuaca akibat tidak adanya lagi
pohon-pohonan, dinding kota yang tak terawat serta segala bentuk
kebisingan ‘disegarkan’ kembali oleh mural yang kaya warna dan kaya
interpretasi dalam segala aspek visualnya. Seni mural menjadi salah satu
alternatif yang dapat dijadikan sebagai penyeimbang lingkungan ketika
lingkungan kota tidak memberi lagi kesegaran bagi panca indera secara
lengkap, namun dengan kehadiran mural, minimal mata sudah menjadi indera
yang dapat menikmati keindahan kota yang dihiasi dengan segala macam
imajinasi yang tergambar dalam mural.
Kalaupun produk yang diangkat dengan memakai media mural, maka
diusahakan hal tersebut tidak mengganggu proses relasi antara manusia
dengan lingkungannya. Kehidupan iklan yang semrawut
diindikasikan dapat mengganggu keselarasan tersebut. Karena itulah
proses imajinasi antara produk iklan yang diangkat harus mencerminkan
‘kerinduan’ kebebasan imajinasi masyarakatnya mengenai idealnya kota dan
masyarakat kota. Hal ini merupakan tantangan bagi advertising agency yang menggunakan media mural sebagai penyampai pesan iklan.
skip to main |
skip to sidebar
Minggu, 19 Mei 2013
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
Mural adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar