Minggu, 19 Mei 2013

Sosial Budaya

Hubungan sosial tergambarkan dengan ada relasi yang cukup erat antara gambar dalam mural dengan kondisinya, misalnya mural di Jl. Ireda (gambar 4). Mural yang terletak di jalan depan Etnik KafĂ© dan bersebelahan dengan tempat pemakaman umum tersebut menjadi menarik untuk diperhatikan. Bagaimana memunculkan mural yang bisa dekat dengan citra kafe tetapi juga tidak menghilangkan kesan ‘nyungkani’ pada tempat pemakaman. Mural yang dibuat pun mengambil ikon bunga yang berwarna-warni untuk mendekatkan dengan bunga di pemakaman, tetapi kecerahan warnanya dekat dengan citra kafe. Ikon seperti ini menjadi ikon wilayah yang khas untuk menandai wilayah dan budaya tertentu. Sehingga mural yang bermaksud memperbaharui lingkungan tidak harus menghapuskan keberadaan aslinya, namun sebisa mungkin dipertahankan sebagai ikon atau simbol suatu wilayah.
Ikon dan simbol wilayah yang terpetakan berdasarkan di daerah manakah mural di buat juga menjadi kekhasan tersendiri. Mural di Jakarta akan berbeda dengan mural di Bandung maupun mural di Jogjakarta berdasarkan pengambilan ikon tertentu. Ikon tokoh dalam pewayangan yang lebih dekat dengan Jogjakarta akan diambil untuk menandai wilayah tersebut (Gambar 5). Hal ini untuk memunculkan kultur khas dari suatu wilayah, sehingga mural tidak sekedar media seni rupa yang berbicara tanpa pesan namun mampu memunculkan identitas kota. Hal yang cukup strategis dan jitu adalah mural di bawah jembatan layang Lempuyangan. Kereta api yang masuk atau meninggalkan kota Jogjakarta akan segera mengetahui, bahwa mereka telah memasuki atau meninggalkan Jogja. Hal ini penting sebagai penanda visual yang memiliki identitas lokasi tujuan.

0 komentar:

Posting Komentar